Seni adalah perwujudan nilai-nilai. proyeksi dari inspirasi, emosi, preferensi, apresiasi atau kesadaran akan nilai dari pembuatnya (seniman). Seni adalah bahasa spiritual yang mengungkapkan penilaian, lebih daripada memformulasikan deskripsi-deskripsi objektif.
Adapun Nilai adalah kualitas yang membangkitkan apresiasi. Seni sebagai ungkapan nilai, terbit dari sikap penghargaan. Ia tidak hanya mencerminkan keadaan sekedar apa adanya tapi memilih, mengurangi dan mempertajam.
Nilai berbeda dengan fakta, sering semata-mata bersifat khayali. Dan lewat seni, nilai memperoleh semacam kenyataan sosial yang berbeda dari kenyataan ilmu.
Nilai diungkapkan dalam kegiatan kreatif seniman dan bertujuan menciptakan sebab-sebab nyata untuk apresiasi. Seniman menyampaikan sikap penilaiannya dengan karya-karyanya pada orang lain. Masalah bagi seniman adalah bagaimana menemukan kualitas dan bentuk-bentuk objektif yang dapat menggerakkan penanggap mendapati nilai-nilai yang ingin ia wujudkan dalam karya. Jika ia berhasil mengerjakan ini, maka ia telah mengungkapkan nilai-nilai.
Jika Seni merupakan perwujudan nilai-nilai yang berkaitan dengan jiwa , maka ilmu lebih bergelut dengan fakta-fakta dan berurusan dengan akal yang mengarahkan dan membelokkan jiwa kepada hakikat benda. Detailnya Ilmu pengtahuan mencari hubungan gejala-gejala faktawi,dan tak mudah puas menyatakan benar salah, ini itu, begini begtu dan seterusnya...
Karl Jasper menyebutkan bahwa iIlmu pengetahuan adalah pengetahuan fakta dan bukan pengetahuan realitas yang asli, yang menghasilkan suatu ikhtisar dan pandangan yang menyeluruh dan meliputi keseluruhan realitas pada dirinya. Padahal keseluruhan itu menjadi ruang hayat manusia.
Karl Jasper mendukung gagasan, bahwa semua pertanyaan dan persoalan yang berkaitan dengan hidup manusia, memakai “aku” sebagai pokok kalimat dan ditelusuri serta diselami sampai pada ke akarnya.
Jika kita disadarkan akan fakta-fakta ini dan menemukan bahwa, kendatipun pengetahuan kita lebih maju, masih tertinggal suatu ketidaktahuan, pintu menjadi terbuka untuk menggali suatu lapisan mengenal yang berikut, yaitu filsafat.
Filsafat merupakan pemikiran sedalam-dalamnya tentang semua hal yang bersentuhan dengan manusia dan - bagaimanapun juga caranya - bersangkut paut dengan dia dan hidupnya.
Jadi filsafat akan berurusan dengan benda-benda, situasi-situasi, pertanyaan dan masalah yang sebelumnya telah dijumpai baik di tingkat pengetahuan pra-ilmiah maupun di tingkat pengetahuan ilmiah,
Filsafat sebetulnya mencari suatu citra manusia, yaitu suatu visi tertentu atas hidup manusia, yang dapat dipertanggungjawabkan, yang dapat berperan menjadi pedoman yang bersifat mengikat dan mengarahkan bagi keseluruhan sikap hidupnya. Visi itu harus menjuruskan dan menjiwai tingkah lakunya. Jadi tujuan filsafat bukanlah pengetahuan demi pengetahuan. Manusia membutuhkan suatu visi atas hidup yang benar-benar berakar dan berbobot, supaya dengan berpijak pada hal tersebut ia tahu bagaimana membentuk diri seperti semestinya, apa yang dapat diharapkannya untuk masa yang akan datang, dan dimana ia harus mencari kebulatan, keutuhan, dan kesempurnaan hidup sebagai manusia, dan akibatnya, di mana ia akan dapat menemukan kebahagiaan (kalau kebahagiaan itu ada). Jadi berfilsafat mempunyai orientasi praktis, namun harus bertumpu pada citra manusia yang bertanggungjawab dan suatu pandangan atas manusia yang berdasar. Itulah yang harus dicita-citakan.
Filsafat justru bermaksud agar “aku” mengenal kembali dirinya dalam semuanya yang diajarkan mengenai hidup manusia. Olehnya hidup itu hendak ditingkatkan sampai pada tatanan yang lebih manusiawi dan asli. Makanya boleh kita mengatakan bahwa filsafat hendaknya menjadi bentuk pengenalan diri. Terutama sekali, di waktu sekarang banyak orang ditatar menjadi lebih pandai di bidang khusus mereka masing-masing, filsafat semakin dibutuhkan, sebab olehnya diberikan suatu pemandangan yang merangkum seluruh diri manusia. Oleh karena filsafat mencari “yang paling dalam” dan “yang paling dasar”, ia melampaui pengertian yang dihasilkan ilmu pengetahuan. Keuntungannya ialah bahwa ia lebih dapat memperlihatkan saling hubungan antara segala-galanya. Sebab pada inti realitas yang terdalam, semuanya bersentuhan satu sama lain.
Sekalipun telah disebutkan bahwa filsafat berupaya mencari “dasar yang paling dalam”, ia ternyata tidak akan pernah bertemu dengan “kata akhir”.
Orang berfilsafat yang telah mencapai batas kemampuan pikirannya dalam merenungkan hidup sebagai manusia ternyata masih meninggalkan sejumlah pertanyaan yang tak terjangkau akalnya.
Jika seseorang beragama, maka ia akan tahu dan percaya bahwa Allah juga telah berfirman dan menyampaikan paham-Nya tentang hidup manusia. Kebutaannya membuat dia bertanya kepada Allah. Ia hadapkan dirinya pada Tuhannya. Ia pertanyakan ketidaktahuannya. Di sini kita menemukan kemungkinan terakhir untuk meredakan ketegangan antara tahu dan tidak tahu.
Filsafat dan Agama merupakan dua jalan yang saling berhubungan erat menuju pengenalan diri. Orang beragama yang berfilsafat tentang diri sendiri dan bertatap muka dengan banyak soal yang tidak terjawab olehnya, akan menyerahkannya pada Teologi, atau meninjau dirinya kembali di bawah sorotan cahaya Wahyu Illahi. Kalau filsafat telah mengubah dia menjadi “orang yang bertanya-tanya”, sapaan Tuhan akan diberi arti lebih besar, yakni sebagai bantuan bagi manusia yang bertanya. Kalau dia bukan “orang yang bertanya-tanya di hadapan Allah, Tuhan dan sapaanya-Nya tidak akan dianggap kenyataan yang hidup.
Semakin seseorang di bawah pengaruh pemikiran filsafatnya mengenal diri sebagai manusia, semakin dia menjadi “orang beriman”. Di pihak lain, kalau seseorang sungguh beriman dalam artikata religius, dan memikirkan serta merenungkan hidupnya sebagai manusia, maka dengan sendirinya ia akan memperhitungkan masukan agamanya, berupa pandangan atas hidup. Itu sesuatu yang logis. Sebab filsafat adalah bernalarnya manusia atas dirinya sebagaimana adanya. Jadi kalau dia beriman, ia tidak boleh melepaskan iman dalam tinjauan dan permenungannya. Orang beriman percaya bahwa justru yang difirmankan Allah dapat dan harus menjadi modal pikiran yang bernilai. Hidup beriman akan memberi suatu pengarahan kepada filsafatnya dan menghadapkan dia secara lebih intensif dengan masalah-masalah tertentu.
bersama ini kami satukan pemikiranFilsafat,Jiwa seni, Enterprenuership dan Religius....guna menata efektifitas beriklan baik BTL maupun ATL..untuk bersaing kratifitas.
Buana Dharma Insan Semesta Sejahtera /
Email: siap_perang@yahoo.com